Sejarah Kota Bandung: Asal Nama, Pendiri, dan Penduduk

Post a Comment
Sejarah Kota Bandung: Asal Nama, Pendiri, dan Penduduk. Mengapa Dijuluki Parijs van Java?

Sejarah Kota Bandung: Asal Nama, Pendiri, dan Penduduk


KOTA Bandung (kotamadya) adalah ibu kota provinsi Jawa Barat.

Nama Bandung sendiri kini digunakan oleh tiga wilayah Tingkat II, yakni kota Bandung sendiri, Kabupaten Bandung, dan Kabupatan Bandung Barat.

Kota Bandung pada zaman dahulu dikenal sebagai Parijs van Java (bahasa Belanda) atau "Paris dari Jawa". 

Julukan Parijs van Java untuk Bandung itu dipopulerkan pertama kali oleh orang-orang Belanda. 

Sejarawan Haryoto Kunto mengisahkan, kemungkinan munculnya julukan itu dari seorang pedagang Belanda bernama Roth.

"Untuk mempromosikan dagangannya di pasar malam tahunan Jaarbeurs(sekarang Jalan Aceh) pada 1920, Roth mempopulerkan kalimat Parijs van Java,” tulis Kunto dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.

Sejak lama Paris jadi kiblat mode dunia, sehingga embel-embel nama Paris diharapkan mencuri minat orang untuk datang ke pasar malam tahunan di Bandung.

Karena terletak di dataran tinggi, Bandung dikenal sebagai tempat yang berhawa sejuk. Hal ini menjadikan Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata. 

Sumber lain menyebutkan, kota Bandung dahulu kala terkenal dengan keindahan alam dan kesejukan udaranya. Suasana ini sangat disukai oleh orang-orang kolonial Belanda, dan dikarenakan kesamaan geografis yang cukup sama antara Bandung dengan daerah Perancis selatan.

Sejarah Berdirinya Kota Bandung

Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. 

Sejarah Kota Bandung

Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar pertengahan abad ke-17 Masehi, dengan Bupati pertama tumenggung Wiraangunangun. Beliau memerintah Kabupaten bandung hingga tahun 1681.
Semula Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) yang berjarak sekitar 11 Kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Bandung sekarang.

Ketika kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusumah II (1794-1829) yang dijuluki “Dalem Kaum I”, kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni ke Pemerintahan hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama Herman Willem Daendels (1808-1811). 

Nama Dalem Kaum menjadi salah satu jalan di pusat Kota Bandung, sejajar dengan Jalan Asia-Afrika, di sekitar Alun-Alun Kota Bandung.

Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa, Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa timur (kira-kira 1000 km). Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing.

Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, Jalan Raya pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daearh Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Asia Afrika – Jalan A. Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya.

Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor bupati, Daendels melalui surat tanggal 25 Mei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos.

Rupanya, Daendels tidak mengetahui, bahwa jauh sebelum surat itu keluar, bupati Bandung sudah merencanakan untuk memindahkan ibu kota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang cukup baik dan strategis bagi pusat pemerintahan.

Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun (pusat kota Bandung sekarang).

Alasan pemindahan ibukota itu antara lain, Krapyak tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.

Sekitar akhir tahun 1808/awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekali lahan bakal ibukota baru. 

Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang).

Pendiri Kota Bandung

Pendiri Kota Bandung

Kota Bandung dibangun atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh bupati.

Dengan demikian, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri kota Bandung yang diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810. (bandung.go.id).

Wiranatakusumah II dimakamkan di daerah kauman, yakni di sekitar Masjid Agung Bandung yang kini bernama Masjid Raya Jawa Barat. Para pejabat kota Bandung biasanya menziarahi makamnya setiap HUT Kota Bandung.

Sejarah Penting Kota Bandung

  • 1488 – Bandung didirikan sebagai bagian dari Kerajaan Pajajaran. 
  • 1799 – VOC mengalami kebangkrutan sehingga wilayah kekuasaannya di Nusantara diambilalih oleh pemerintah Belanda. Saat itu Bandung dipimpin oleh Bupati R.A. Wiranatakusumah II. 
  • 1808 – Belanda mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Nusantara setelah ditinggalkan VOC.
  • 1809 – Bupati memerintahkan pemindahan ibu kota dari Karapyak ke daerah pinggiran Sungai Cikapundung (alun-alun sekarang) yang waktu itu masih hutan tapi sudah ada permukiman di sebelah utara. 
  • 1810 – Daendels menancapkan tongkat di pinggir sungai Cikapundung yang berseberangan dengan alun-alun sekarang. “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!”). Sekarang tempat itu menjadi titik pusat atau KM 0 kota Bandung.
  • 25 Mei 1810 – Daendels meminta bupati Bandung dan Parakanmuncang memindahkan ibukota ke wilayah tersebut.
  • 25 September 1810 – Daendels mengeluarkan surat keputusan pindahnya ibu kota Bandung dan sekaligus pengangkatan Raden Suria sebagai Patih Parakanmuncang. Sejak peristiwa tersebut, 25 September dijadikan sebagai Hari Jadi Kota Bandung dan R.A. Wiranatakusumah sebagai The Founding Father. Sekarang nama tersebut diabadikan menggantikan jalan Cipaganti yang menjadi wilayah rumah tinggal bupati sewaktu ibu kota berpindah ke alun-alun sekarang.
  • 24 Maret 1946 – Pembumi hangusan Bandung oleh para pejuang kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan ‘Bandung Lautan Api‘ dan diabadikan dalam lagu “Halo-Halo Bandung".
  • 1955 – Konferensi Asia-Afrika diadakan di Kota Bandung.
  • 2005 – KTT Asia-Afrika 2005.

Geografi Kota Bandung

Geografi Kota Bandung

Bandung terletak pada koordinat 107° BT and 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. 

Dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya.

Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan.

Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin).

Melalui Kota Bandung mengalir sungai utama seperti Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum, dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.

Daftar Nama Wali Kota Bandung


  1. E.A. Maurenbrecher (1906-1907)
  2. R.E. Krijboom (1907-1908)
  3. J.A. van Der Ent (1909-1910)
  4. J.J. Verwijk (1910-1912)
  5. C.C.B. van Vlenier (1912-1913)
  6. B. van Bijveld (1913-1920)
  7. B. Coops (1920-1921)
  8. S.A. Reitsma (1921-1928)
  9. B. Coops (1928-1934)
  10. Ir. J.E.A. van Volsogen Kuhr (1934-1936)
  11. Mr. J.M. Wesselink (1936-1942)
  12. N. Beets (1942-1945)
  13. R.A. Atmadinata (1945-1946)
  14. R. Sjamsurizal (1946)
  15. Ir. Ukar Bratakusumah (1946-1949)
  16. R. Enoch (1949-1956)
  17. R. Priatna Kusumah (1956-1966)
  18. R. Didi Djukardi (1966-1968)
  19. R. Hidayat Sukarmadidjaja (1968-1971)
  20. R. Otje Djundjunan (1971-1976)
  21. Utju Djoenaedi (1976-1978)
  22. R. Husein Wangsaatmadja (1978-1983)
  23. Ateng Wahyudi (1983-1993)
  24. Wahyu Hamidjaja (1993-1998)
  25. Aa Tarmana (1998-2004)
  26. Dada Rosada (2004-2008)
  27. Dada Rosada (2008-2013)
  28. Ridwan Kamil (2013-2018)
  29. Oded M. Danial (2018-2023)

Penduduk Kota Bandung


Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan Maret 2004 berjumlah : 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67 Km 2 ), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa.

Komposisi penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar 4.301 jiwa.

Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 2.511 orang, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam sementara di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa.

Dari Program Pemerintah dalam hal mengurangi kepadatan penduduk yang tinggi khususnya di Kota Bandung telah dilaksanakan Program Transmigrasi ke luar Pulau Jawa dengan jenis transmigrasi terbesar adalah Transmigrasi TU sebanyak 76 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebesar 86, sedangkan daerah tujuan Transmigrasi TU adalah Propinsi Riau dan Kalimantan tengah. (Sumber: id.wikipedia.org/bandung.go.id).*

Related Posts

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *